.:: Sekedar prakata ::.

.:: Buku Tamu ::.


Free chat widget @ ShoutMix

.:: Inspirational ::.

.:: network blog ::.

Feb 15, 2010

PostHeaderIcon Ilusi

Sebagai sang biduan, setidaknya Ia dikenal oleh orang-orang di kampung itu sebagai penyanyi dangdut bertubuh seksi. Ia tahu setiap laki-laki baik yang beristri, apalagi yang masih bujang menginginkannya. Ia mulai terbiasa membedakan sorot mata para lelaki yang dilanda sahwat. Ia bisa merasakan tubuhnya seperti ditelanjangi. Dikelupas dari satu kain ke kain sampai hanya sejengkal kain, kutang dan cawat. Iapun seakan-akan tahu disaat kedatangannya pada tengah malam itu, ia seperti berjalan dengan bersihjingkat. Iapun seperti merasakan bayangan-bayangan yang mengikutinya dengan dari belakang meloncat dari satu sudut remang ke sudut remang yang lain. Tetapi ketika ia mencoba menoleh dengan mendadak, ia tak menemukan sesuatu yang terkejut oleh karena tolehanya yang mendadak. Ia mulai merasakan gerakan jantung juga pembuluh-pembuluh di sekujur tubuhnya.

Di balik benteng dan rerimbun gedung itu aku bisa menemukanmu, mungkin kau tengah menonton televisi, atau tengah bermain catur, makan malam, mengerumpi bersama teman-temanmu atau mungkin tengah buang air kecil di dalam kamar mandi. Di balik rerimbun gedung itu dan sebuah tembok menjulang yang dilapisi kawat berdiri juga pecahan kaca itu mataku tak mungkin buta untuk bisa menembus ke dalamnya, melihatmu tengah melamun di kamarmu. Lalu kubayangkan sepetak ruangan, kamarmu dengan sedikit bahan informasi yang sengaja aku reka-reka dan aku kembangkan menjadi jalinan ilusi; kamarmu serupa sebuah tembok penjara yang selalu kau ajak bicara. Beberapa poster yang menempel bertuliskan ; “Rebel, rebel”

Kemudian pada saat sakit kaupun mengingau. Tubuhmu menjadi sangat panas dan wajah yang pucat seperti polesan lilin. Lidahmu menjadi kelu dan pandangan matamu mendadak melihat hal-hal aneh. Kau tak merasakan migrain di kepala, hanya rasa pening kecil pada bagian tengkuk kepalamu. Saat kau tengah tertidur kau merasakan tubuhmu yang demam itu berputar kemana-mana seakan-akan engkau dan sebuah ruangan tanpa cendela dan sedikit cahaya pada porosnya berputar-putar. Kaupun merasakan telingamu menjadi sangat bising dan lidahmu kelu. Sepertinya sukmamu menjadi sangat ringan dan dapat dengan santainya meninggalkan wadagmu yang tengah meradang. Ya, kapan saja kau bisa mengkhinanati wadagmu yang telah membawamu pergi ke mana-mana pada kenikmatan demi kenikmatan dan puluhan gadis yang pernah kau ajak bercinta.

Lalu akupun mendengar igauanmu yang memilaukan itu di tengah malam yang gelap. Kau melolong dan mengerang-ngerang seakan-akan ada sesuatu tengah mendatangimu dan menyergapmu hingga kau sangat ketakutan. Aku mengerti saat itu kau berusaha terbangun dan membuka matamu sekuat tenaga, tetapi setiap saat wadagmu yang kau bisa saja berkhianat meninggalkannya setiap saat itu tak menginginkan kau mampu membuka mata dan melihat kamar yang tak berputar seperti gasing itu.

***

Ya, pada saat sakitpun dengan sekuat tenaga kau memanggilku. kau mengigau memanggil namaku sampai tujuh kali dan malam yang lengkap dengan gelap dan kesunyian itu begitu jernih menghantarkan suaramu pada angin, pada tibuan reranting yang berdesakan dan kucing yang tengah bersihjingkat pada tepi trotoir. Tapi semua sudah terlambat.

.:: Tentang ::.

.:: Pengikut ::.